Langsung ke konten utama

ukhuwah islamiyah (persaudaraan)

Oleh Ustadz Abdullah Hadrami

Majelis yang terbaik itu adalah majelis-majelis yang menjadikan kita semakin taat kepada Allah dan mengenalNya serta menunjukkan kepada kita jalan yang menyampaikan kepadaNya.
Kita semua datang dari berbagai penjuru yang jauh dan berkumpul di majelis ini dikarenakan satu sebab, yaitu IMAN. Hati-hati kita telah terikat oleh ikatan IMAN sehingga kita menjadi bersaudara dalam IMAN.
Allah telah memberikan nikmat kepada orang-orang beriman berupa ikatan keimanan.
Allah berfirman kepada RasulNya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:
“Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. [QS. 8 Al-Anfal, ayat 62-63]
Dalam ayat tersebut Allah mengingatkan RasulNya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dan orang-orang beriman akan nikmat dan karuniaNya berupa mempersatukan hati-hati yang bercerai berai dengan ikatan iman sehingga terjadi saling cinta karena keimanan dan menjadi bersaudara karena Islam.
Sebesar dan sebanyak apapun harta yang kita keluarkan tidak akan pernah bisa mempersatukan hati, hanya Allah-lah yang mempersatukan diantara hati-hati tersebut dengan ikatan cinta Allah dan iman.
Ikatan iman adalah ikatan yang agung, kalau bukan karena Allah dan ikatan iman pasti hati-hati kita tidak bisa bersatu dan berkumpul.
Allah berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” [QS. 3 Ali ‘Imran, ayat 103]
Bersatu dan berkumpulnya orang-orang beriman adalah merupakan karunia Allah. Mereka bersatu bukan karena pendapat orang alim ataupun pandangan orang cerdas, akan tetapi karena Allah yang mempersatukan mereka.

Berpegang kepada tali Allah maksudnya adalah agama Allah yang membawa kepada keselamatan.
Allah melarang kita bercerai berai dan Allah perintahkan kita agar selalu mengingat nikmat Allah yang telah mempersatukan hati-hati yang saling bermusuh-musuhan sehingga menjadi bersaudara berkat nikmat Allah tersebut.
Ketika kita mencintai orang yang mencintai Allah dan kita mencintai para wali atau kekasih-kekasih Allah berarti kita telah merealisasikan keimanan kita.
Hendaklah kita kedepankan keimanan dari semua perbedaan dan perselisihan sehingga kita tetap bersaudara walau berbeda dan berselisih. Semua ini adalah mudah jika tujuan kita adalah mencari keridhaan Allah.
Allah berfirman:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” [QS. 49 Al-Hujurat, ayat 10]
Hanya ikatan iman dan Islam saja yang mengikat diantara kita dan menjadikan kita saling berhubungan.
Allah berfirman:
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” [QS. 49 Al-Hujurat, ayat 9]
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” [QS. 2 Al-Baqarah, ayat 178]
Dua ayat diatas menjelaskan bahwasanya persaudaraan dalam iman tetap ada walaupun terjadi peperangan dan saling bunuh diatara mereka karena Allah menyebut kedua kelompok yang saling berperang dan saling bunuh itu sebagai orang-orang yang beriman dan bersaudara.
Peperangan, saling bunuh dan menumpahkan darah orang lain adalah perkara besar dan dahsyat akan tetapi persaudaraan dalam iman tetap harus dijaga dan diperhatikan, bagaimana pula dengan perkara yang dibawah itu.
Jangan sampai pertikaian dan perselisihan menjadikan kita saling putus hubungan, akan tetapi hendaklah kita berupaya mengadakan ishlah atau perdamaian karena selama kita beriman dan mengikuti Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berarti kita adalah bersaudara.
Hendaklah kita mengagungkan apa yang diagungkan oleh Allah, yaitu tetap menjaga persaudaraan sesama orang beriman apapun yang terjadi.
Ukhuwah Islamiyyah atau persaudaraan sesama muslim dan sesama orang beriman ini adalah persaudaraan yang mulia.
Perbedaan warna kulit, suku, bangsa, bahasa, tempat, masa dan bahkan jenis, semuanya melebur menjadi satu karena adanya ikatan yang paling agung yaitu ikatan iman.
Manusia, jin dan malaikat walau berbeda jenis akan tetapi ada ikatan iman diantara mereka.

Manusia terdahulu seperti pengikut Nabi Shalih, Hud dan Ibrahim dan manusia saat ini pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam adalah bersaudara karena adanya ikatan iman walau berbeda masa.
Semua ikatan adalah ikatan yang sempit, hanya ikatan iman-lah ikatan yang luas.
Dalam Ash-Shahihain (riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim) disebutkan bahwa dahulu para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ketika tasyahhud dalam shalat mengucapkan; “As-Salamu ‘ala fulan..As-Salamu ‘ala fulan..” (Salam sejahtera atas si fulan dan si fulan).
Kemudian Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam memerintahkan kepada para sahabat agar mengucapkan; “As-salamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahis shalihin”. (Salam sejahtera atas kita dan atas semua hamba Allah yang shalih).
Beliau bersabda:
“Jika kalian ucapkan doa ini maka semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi masuk di dalamnya dan mendapatkannya”.
Semua ini dikarenakan adanya ikatan iman sebagaimana firman Allah: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” [QS. 49 Al-Hujurat, ayat 10]
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam sangat memperhatikan persaudaraan sesama orang beriman dalam bentuk pengajaran dan praktek langsung.
Diantara yang pertama Beliau lakukan setelah hijrah ke Madinah adalah mempersaudarakan antara kaum Anshar (penduduk Madinah) dengan kaum Muhajirin (yang berhijrah dari Mekkah).
Kaum Anshar sangat menjaga persaudaraan ini sehingga sampai pada tingkatan mereka membagi harta yang mereka miliki menjadi dua bagian, sebagian untuk dirinya dan sebagian yang lain untuk saudaranya dari kaum Muhajirin.

Menjaga persaudaraan atau ukhuwah ini sangat membutuhkan kesabaran sebagaimana firman Allah:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [QS. 18 Al-Kahfi, ayat 28]
Allah perintahkan kepada RasulNya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam agar bersabar terhadap orang-orang yang beriman karena menjaga ukhuwah sesama orang beriman itu membutuhkan kesabaran dan usaha serta upaya maksimal bukannya tanpa kesungguhan dan kesulitan karena manusia cenderung melakukan hal-hal yang dapat merusak ukhuwah ini.
Harus ada kesabaran dan upaya maksimal sehingga ikatan iman ini tetap tersambung dan tegak.
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menetapkan hak-hak yang harus dipenuhi oleh sesama muslim sebagaiman diriwatatkan oleh sahabat Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu, telah bersabda Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:
“Hak sesama muslim ada enam:
-Apabila berjumpa maka ucapkanlah salam,
-Apabila diundang penuhilah undangannya,
-Apabila meminta nasehat maka nasehatilah,
-Apabila bersin lalu memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) maka doakanlah (Yarhamukallah/semoga Allah merahmatimu),
-Apabila sakit maka jenguklah,
-Dan apabila meninggal dunia maka antarkanlah jenazahnya.”
(HR. Muslim)

Hubungan sesama orang beriman terus berlanjut walaupun sudah meninggal dunia yaitu dengan merawat jenazahnya, menyalati dan menguburkannya.
Kalau kita praktekkan hak-hak ini pasti akan timbul saling cinta.
Hati yang bersih adalah syarat utama agar terealisasikan persaudaraan ini, yaitu kita mencintai kebaikan untuk saudara kita sebagaimana kita mencintai untuk diri kita sendiri dan kita benci keburukan untuk saudara kita sebagaimana kita benci untuk diri kita sendiri. Jadi ada permasalahan “hati” dibalik semua ini.
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam juga melarang semua yang berpotensi merusak dan melemahkan persaudaraan ini dan menimbulkan perpecahan, Beliau bersabda:
“Janganlah kalian saling hasad (iri dengki), janganlah saling menipu, janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi dan janganlah sebagian kalian menjual apa yang telah dijual ke orang lain. Hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara sesama muslim. Tidak mendzaliminya, tidak membiarkannya (tanpa menolongnya), tidak mendustakannya dan tidak merendahkannya. Sesama muslim itu terjaga darah, harta dan kehormatannya”. (HR. Muslim)
Hendaklah kita tidak melihat diri kita lebih tinggi dan lebih mulia dari orang lain, jangan ujub atau bangga diri sehingga meremehkan orang lain.
Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ada seorang sahabat yang tertangkap meminum khamer kemudian dihukum cambuk, lalu ada seorang sahabat lain yang melaknat atau mengutuk sahabat tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam melarangnya seraya mengatakan:
“Jangan melaknat dia. Demi Allah aku tidak mengetahui tentang dia melainkan dia mencintai Allah dan RasulNya”. (HR. Bukhari)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam mengajarkan walau seseorang itu berbuat kesalahan, dia tetap seorang muslim dan mukmin yang dilarang untuk dihina dan diremehkan, namun hukum tetap ditegakkan.

Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. 4 An-Nisa’, ayat 94]
Orang beriman itu bersih hati, amal dan lisannya serta tidak mudah memvonis orang lain sebagai tidak beriman dikarenakan menginginkan materi duniawi.
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menegaskan, “Janganlah kalian saling membenci”.
Penyakit meremehkan dan merendahkan orang lain adalah penyakit yang harus segera disembuhkan. Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda, “Cukuplah bagi seseorang itu suatu keburukan jika ia meremehkan saudaranya sesama muslim”.
Kita saksikan saat ini serangan kepada Islam sangat dahsyat dari berbagai penjuru padahal agama Islam adalah agama yang menjunjung kasih sayang, keadilan dan hak-hak manusia. Karena itu, jika setan berusaha memecah belah diantara kita dengan bisikan-bisikannya hendaklah segera kita putuskan makar setan tersebut.
Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan dari Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, bahwa Beliau bersabda:
“Setan telah berputus asa dari disembah oleh orang-orang yang shalat (Islam) di jazirah Arab, akan tetapi setan terus berusaha untuk memecahbelah diantara mereka” [HR. Muslim]
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menyebut Arab dalam hadits ini karena Beliau saat itu tinggal dan menetap di Arab, namun hadits ini bukan hanya berkaitan dengan orang Arab saja akan tetapi untuk seluruh dunia.
Hadits diatas menegaskan bahwa diantara amal perbuatan setan itu adalah memecahbelah manusia, karena itu kita harus selalu waspada untuk menjauhi bisikan-bisikan setan dengan mendahulukan dan mengedepankan persaudaraan sesama orang beriman dan kita bersabar atasnya serta berupaya maksimal untuk merealisasikannya dan jangan pernah menyerah kepada setan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI JAWA

 Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur. Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid. selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa. Di Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya Prakiraan masuknya Islam di Jawa Timur tidak lepas dari ditemukannya makam atas nama Fatimah binti Maimun. M akam Islam

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI SULAWESI

Peradaban Islam di Sulawesi Sejarah masuknya perkembangan Islam di Sulawesi berjalan melalui perdagangan. Enggak hanya itu saja, perkembangan Islam pun dilakukan dengan dakwah oleh para mubalig. Pada awalnya perkembangan ini berjalan dengan baik dan damai, namun seiring berjalannya waktu terjadi kekerasan pada saat kerajaan Islam Sulawesi terbentuk. Kekacauan terjadi karena beriringan dengan kondisi politik kerajaan karena perebutan tahta. Raja dan bangsawan menggunakan kekuatan Islam sebagai sarana untuk berkuasa dan pada akhirnya Islam mampu menjadi agama kerajaan. Pada abad 17 M, Sulawesi memiliki beberapa kerajaan Islam seperti Gowa-Tallo (Makassar), Wajo (Bugis), Bone dan kerajaan kecil lainnya. Gowa-Tallo Kerajaan Gowa-Tallo menerapkan konsep dwitunggal kerajaan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, bersatunya kerajaan Gowa dan Tallo terjadi pada tahun 1603. Sultan Alaudin (raja Gowa) bekerja sama dengan Sultan Adullah

HAL-HAL YANG DAPAT MERUSAK RUMAH TANGGA

 1.      Ila’ Ila’ adalah sumpah suami bahwa ia tidak akan mencapuri istrinya dalam masa lebih empat bulan atau dengan tidak menyebut masanya. Ila’ merupakan tradisi orang-orang jahiliyah Arab dengan maksud untuk menyakiti istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan istrinya menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian apakah dicerai atau tidak. Setelah Islam datang, tradisi tersebut dihapus dengan cara membatasi waktu Ila’ paling lama empat bulan. Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah lewat, suami harus memilih rujuk atau talak. Apabila yang dipilih rujuk, suami harus membayar kafarat sumpah. Namun, jika yang dipilih talak, akan jatuh talak sugra. 2.      Zihar Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibunya. Contohnya : “Engkau tampak olehku seperti punggung ibuku.” Zihar pada zaman jahiliyah merupakan cara untuk menceraikan istrinya. Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu. Apabila zihar terlanjur dilakukan oleh suami, ia w